Permainan Indonesiawi Untuk Si Kecil
“Menumbuhkembangkan Jiwa Nasionalisme
Buah Hati dengan Permainan Tradisional Indonesia”
(ditulis oleh Ahdiyatul Muamaliyah)
Penanaman
jiwa nasionalisme bangsa Indonesia akan lebih efektif bila dipupuk sejak dini. Salah
satu cara untuk merealisasikannya adalah dengan memperkenalkan mainan
tradisional Indonesia -yang menjadi warisan nenek moyang- kepada anak Indonesia.
Permainan
tradisional Indonesia mengandung pesan-pesan tersirat yang tidak bisa ditemukan
pada mainan modern zaman sekarang. Pesan-pesan tersebut diantaranya adalah
kekompakkan, kekuatan, kelincahan, kesabaran, ketelitian, dan semangat pantang
menyerah. Dengan begitu, permainan tradisional Indonesia sangat membantu
membangun karakter si kecil dalam masa pertumbuhannya. Karakter ini akan
berperan penting bagi kemajuan Indonesia kelak karena anak Indonesia adalah asset
dan agent of change.
Indonesia
kaya akan permainan tradisional. Beberapa contohnya : balap karung, lomba
kelereng, congklak, gotri (gatrik), tarik tambang, panjat pinang, hompimpa,
egrang, gasing, jangka, dempuh, lompat tali, benteng, gobak sodor, kasti
(gebokan), layang-layang, petak umpet, dan ular naga.
Permainan
tradisional Indonesia merupakan perwujudan kebhinnekaan. Masing-masing daerah
punya ciri khas permainan mereka. Nilai-nilai moral, budaya, dan alam suatu
daerah menjadi unsur-unsur yang membentuk satu rangkaian permainan tradisional.
Hal ini bisa dilihat dari nama permainan, alat yang digunakan, yel-yel khusus,
sampai peraturan permainannya. Contoh pada permainan tradisional lompat tali.
Di Tegal, permainan ini disebut ‘Ye-Ye’. Peserta permainan ini terbagi menjadi
2 kelompok. Satu kelompok yang terdiri dari 2 orang yang bertugas sebagai
pemegang ujung-ujung tali (catatan: bisa dilakukan oleh satu orang, bila salah
satu ujung tali diikatkan pada tiang atau pohon). Kelompok lainnya beranggotakan
satu atau lebih yang berperan sebagai pemain. Anggota kelompok ini bisa
bergantian dengan syarat tertentu. Kelompok bisa ditentukan dengan hompimpa dan
atau suit.
Dengan
karet gelang yang dirangkai menjadi satu kesatuan tali, pemain haruslah melompati
tali tersebut tanpa menyentuhnya bila masih rendah (di bawah dada) dan boleh
menyentuhnya bila sudah tinggi (bagian dada ke atas). Ketinggian tali tersebut
pun semakin bertambah bila pemain dapat melalui tantangannya. Standar
ketinggian ini tidak ada. Ketinggian tali bergantung pada proporsi tubuh si
pemegang tali karena ketinggian yang digunakan adalah titik-titik tubuh seperti
lutut, pinggang, pusar, dada, telinga, kepala dan satu lengan diatas kepala.
Bila ketinggian kedua pemegang tali berbeda, maka ketinggian yang digunakan
adalah pemegang tali yang lebih tinggi. Bila
pemain tidak dapat melompati tali, maka pemain harus berganti menjadi pemegang
tali. Pemain yang menjadi juara adalah pemain yang dapat menyelesaikan
tantangan sampai ketinggian satu lengan di atas kepala pemegang tali.
Selain
bermakna olah kelincahan dan kekuatan, permainan lompat tali juga mempunyai
makna tersirat, yaitu pantang menyerah. Ketika anak bersiap untuk melompat
tali, anak sedang diajarkan untuk selalu siap menghadapi tantangan yang akan
bertambah tinggi seiring waktu. Mereka akan fokus untuk mengerahkan segenap
tenaganya sehingga bisa melompati tali tersebut. Bila mereka gagal, mereka akan
bergantian dengan temannya untuk menjadi pemegang tali. Hal ini akan mendidik
anak untuk saling menghargai dan men-support,
dan tidak egois dalam belajar. Saat mereka menjadi pemain, mereka menjadi
contoh (guru) bagi orang lain untuk melewati tantangan. Dan ketika mereka
menjadi pemegang tali, mereka akan belajar dengan memperhatikan bagaimana orang
lain memecahkan masalah yang sama, sehingga akan terbangun rasa solidaritas
antarteman. Rasa solidaritas inilah yang akan terus menjaga kesatuan bangsa
Indonesia.
Dari
satu permainan saja anak akan mendapat edukasi moral, sosial dan intelektual,
apalagi bila banyak permainan diperkenalkan dan ditanamkan pada anak. Anak akan
menjadi sehat jiwa, raga dan intelektual.
Oleh
karena itu, permainan tradisional haruslah dijaga dan dilestarikan sebagai aset
kekayaan budaya Indonesia. Bila dijaga dengan baik, kita tidak akan kecolongan
lagi dengan masalah pengakuan kepemilikan seperti pengakuan Batik, Reog
Ponorogo, Semur, dll oleh negara tetangga kita. Jangan pada saat mereka
‘mencuri’ saja kita gencar menjaganya untuk kemudaian melupakannya lagi.
Sayangnya,
permainan tradisional telah langka ditemui di sebagian besar daerah terutama
kota besar. Tidak adanya lahan yang mencukupi untuk pelaksanaan permainan
menjadi alasan utama. Alasan lain datang dari globalisasi dan modernisasi yang
perlahan-lahan menggerus jiwa nasionalisme orang tua –yang berperan sebagai penanggung
jawab pendidikan anak- mereka. Orang tua
kaya lebih bangga memberikan mainan impor, nge-trend
dan bermerek kepada buah hati mereka. Sedang pada orang tua golongan bawah,
mereka memilih untuk membelikan mainan murah asal bisa menenangkan buah hati
mereka.
Sekarang
tidak sulit lagi untuk mendapat mainan
murah di pasar. Mainan impor dari Cina kini menjadi raja pasar dengan harga
murah sebagai jubahnya. Akibatnya, masyarakat lebih memilih untuk membeli
mainan Cina daripada mainan lokal. Hal itulah yang menyebabkan mainan
tradisional Indonesia tidak ‘eksis’ lagi dalam kehidupan anak-anak Indonesia.
Tidak
semua yang tradisional berarti kuno!
Dengan
adanya gerakan sosialisasi pelestarian permainan tradisional Indonesia,
masyarakat akan sadar akan banyaknya kekayaan Indonesia yang harus disyukuri.
Sosialisasi ini dapat diwujudkan dengan lomba, pameran, dll, sehingga keluarga
Indonesia akan bersemangat mendidik anak-anaknya untuk mencintai dan menjaga
kekayaan negeri sendiri.
Dengan
kreativitas yang dimiliki, industri mainan Indonesia diharapkan dapat
mentransformasikan permainan tradisional Indonesia menjadi permainan modern
yang disukai anak kecil zaman sekarang. Hal itu bisa kita wujudkan dengan
perlahan-lahan mensosialisasikan mainan tradisional untuk masuk menjadi life style keluarga. Karena keluargalah
agen sosialisasi yang paling awal anak masuki. Sosialisasi ini juga bisa
dilakukan di lingkungan sekolah (pendidikan) Indonesia.
Bagaimanapun
caranya, tiap anak Indonesia harus mengenal permainan tradisional yang negeri
mereka miliki. Dan itulah tantangan bagi Teknik Industri untuk mewujudkannya
melalui disiplin ilmu yang mereka ketahui dan kembangkan. Misalnya dengan
mendirikan suatu tempat wisata permainan yang memuat semua permainan dari
seluruh Indonesia. Pengunjung dapat mempelajari berbagai permainan tradisional
Indonesia sambil menikmati suasana pedesaan yang tenang penuh kehangatan
keluarga ^^.
Selain
menjadi agen pelestarian permainan Indonesia, tempat wisata itu juga dapat
membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya dan mencerahkan prospek
produsen mainan lokal. Ide itu hanya akan terwujud dengan manajerial yang
tepat. Dan disitulah peran Teknik Industri sangat dibutuhkan.
Jadi
pengen mendirikan tempat wisata itu deh!
Ayo
siapa yang mau bantu??? (^^)v
Sumber foto congklak: http://jakartadailyphoto.com/wp-content/uploads/2007/09/congklak.jpg
Sumber foto balap karung : http://3.bp.blogspot.com/_SKP_v1FSOc/TBSjEXA7L0I/AAAAAAAAAEI/1IR7sarnTog/s1600/sack-race-andi-scurita2.jpg
Topik
: Wawasan
Kebangsaan dan Kebhinekaan Indonesia
Komentar
Posting Komentar