Ayahku Hebat: Ayahku Pedagang Sepatu Keliling


Miris hatiku ketika melihat Ayah mencari nafkah untuk kami berempat: aku, ibu, dan 2 adikku. Ayahku yang hanya seorang pedagang keliling dengan laba yang hanya seberapa. Dengan perjuangan menjelajah sebagian kecil dunia ini. Bagaimana tidak? Setiap hari ayah harus berkelana dari satu instansi pemerintah, kantor-kantor penting, sekolah, hingga rumah sang pembeli. Dengan motor Astrea tahun 90-an kesayangannya, Ayah menjelajah, memahat takdir, mencari nafkah bagi keluarga.

Apa saja yang Ayah jual?
Banyak! Ada sepatu kulit (all gender), sepatu sekolah, sepatu olah raga, semir sepatu, jaket kulit, tas kantor, tas sekolah, tas traveller, kaos kaki, sabuk, dompet kulit, alat tulis dan sekolah seperti buku, bolpoin, pensil, dll. Ayo ayo pada beliiiiiiii...
Ketika ’pemerintah lalu lintas’ mengeluarkan ’fatwa’ bagi pengendara sepeda motor untuk menggunakan helm ber-SNI, Ayah seakan melihat peluang. Aku tidak tahu bagaimana tangan-tangan takdir membawa Ayah mengenal Pak Anang, pedagang helm dari Bandung yang telah beberapa tahun menetap di Tegal. Dan mulailah Ayah mencoba peluang itu. Dan Alhamdulillah masih berjalan sampai sekarang, bahkan Ayah telah menambahkan pewangi helm dan slayer ke daftar dagangannya.
Saat duduk di bangku kelas XI SMA, aku membelikan lampu belajar untuk adik perempuanku. Saat itu pula Ayah melihat peluang ’laris’ pada sosok lampu yang kubeli. Desain produknya yang super simple, sorot lampu yang cerah, dan dengan beberapa kelebihan lain dari lampu belajar biasanya, Ayah menyuruhku untuk mencoba menanyakan kepada Empunya toko.
Bisakah menjadi reseller produk yang Anda jual dan berapa porsi diskonnya?”
Sayang waktu itu yang kutemui adalah pegawainya yang pelit. Walhasil, aku sendiri yang menutup peluang Ayah (T.T).
Kemudian, beberapa bulan yang lalu, aku membeli lampu belajar untuk kubawa kuliah di Jakarta. Saat itu pula Ayah ingin mencoba kembali peruntungannya. Alhamdulillah, yang kutemui langsung adalah Mba Etiek (yang sedang hamil), Sang Empunya toko yang baik. Walhasil, aku pun berhasil membuka peluang usaha Ayah dengan menjadi reseller lampu belajar unik itu.
Alhamdulillah, kini Ayah berhasil mengembangkan sayap bisnisnya dengan membangun toko di rumah kami dan satu ruko di depan pasar Trayeman yang sedang dikontrakkan pada Pegadaian. Setidaknya ada passive income yang mengalir ke kantong Ayah dan menjadi aset.
Namun jika ditanya ”Apa pekerjaan Anda?”, Ayah akan menjawab ia adalah pedagang sepatu karena itulah spesialisasinya sejak dulu.

Berapa keuntungan Ayah?
Paling besar hanya 20 % dari harga belinya. Itu pun belum keuntungan bersih karena ada transport and vehicle treatment cost yang harus Ayah penuhi untuk merawat motor bututnya. Alhamdulillah sejak mencicipi berdagang helm, Ayah mampu mengambil keuntungan hingga 50% setelah belajar dari Pak Anang (hatur nuhun kang).

Siapa sajakah yang menjadi potential buyer bagi Ayah?
Semua kalangan yang tentu saja membutuhkan (ya iya lah). Namun kebanyakan adalah pegawai. PNS, seperti guru, pegawai puskesmas, dsb. Ada juga bidan, dokter, hingga orang biasa.

Bagaimana sistem pembayaran barang-barang yang mereka beli dari Ayah?
Cash or credit, itulah sistemnya. Maklum saja, kebanyakan buyer adalah pegawai yang gajinya berkala lagi secuil. Yang mampu membayar cash hanya beberapa. Bahkan ada yang mampu cash tapi meminta credit dengan alasan untuk membeli kebutuhan yang lain.
Untuk barang yang terjangkau seperti alat tulis dan semir sepatu sistemnya cash. Sedang barang yang agak mahal dapat dicicil.

Mengapa banyak yang memilih untuk menjadi langganan Ayah?
Hm, kebanyakan karena:
  1. Mereka bisa mendapatkan barang berkualitas dengan DP minimal Rp 30.000,00 untuk barang yang harganya di bawah Rp 150.000,00 dan DP Rp 50.000,00 untuk barang yang harganga diatas Rp 200.000,00. Dan selanjutnya bisa dibayar dalam 2x pembayaran berikutnya.
  2. Barang yang Ayah jual awet hingga bisa dipakai beberapa tahun (asal dirawat dengan baik loh!)
  3. Mereka bisa menunggu Ayah datang ke kantor mereka untuk membayar cicilan dan bila keadaan mendesak, mereka bisa memanggil Ayah ke rumah mereka.
  4. Bisa memesan barang yang diinginkan via telfon.
  5. Ayah dapat dipercaya, supel dan humoris ^^ sehingga membuat mereka nyaman.

Selama ini apa partisipasi Anda untuk membantu Ayah?
Ng, nggak banyak siii, cuma bantu ngambil barang dagangan. Kadang aku juga turut menjual atau mempromosikan dagangan Ayah kepada teman-teman.
Sejak SD aku dilatih untuk berdagang alat tulis untuk teman-teman di sekolah. Hal itu berlangsung sampai SMP. Kenapa nggak sampe SMA? Karena kebanyakan teman-teman SMA lebih suka untuk membeli di toko karena lebih banyak variasi. Membelinya pun sekaligus banyak sehingga lebih hemat.
Ketika SMA kelas XI, aku mencoba berdagang Majalah GIZone dan buku-buku bacaan, tapi itu berlangsung sampai awal masuk kelas XII karena aku merasa hal itu kurang efektif. Ya iya lah, nyari orang yang suka baca dan mau untuk mengeluarkan sebagian uangnya untuk membeli buku itu susah... T.T
Oya, waktu SD aku juga sering dititipi uang oleh guru-guruku untuk melunasi cicilan mereka. Tapi karena waktu itu aku masih kecil, aku sering iseng mengambil sebagian uang itu untuk beli jajan dan mainan di sekolah, hehe... :-P (Duh, nakalnya...)
Masih kecil udah berbakat korupsi ya? Ahaha...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan Gabut

Puisi yang kubacakan bersama Rischa Natasha pada acara silaturrahmi dengan Prodi ILPOL

Orasi W. S. Rendra