Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2011

Buat Apa Sekolah? (Salah Siapa Hidup di Indonesia)

Attention: JANGAN BACA TULISAN INI KALAU ANDA MASIH SENANG DENGAN SISTEM SEKOLAH DI INDONESIA SEKARANG INI!!!!! Hmm, kayaknya judul ini k ontroversial banget ya? Tapi inilah yang ingin kutulis. Barangkali kalian setuju atau bahkan merasakan hal yang sama denganku… Buat apa sekolah? Kalau hanya mengajarkan kita bagaimana berbuat curang bahkan licik … Masa sich? Tapi itu yang kurasakan. Sekolah di Indonesia hanya mengutamakan kuantitas nilai rapor. (Yee, salah siapa hidup di Indonesia… ) Itulah yang menyebabkan siswanya menghalalkan segala cara, for example : Mencontek, Mencari perhatian guru supaya mendapat nilai bagus, Mengcopy-paste tugas teman yang lain kelas atau lain guru, Mengikuti bimbel supaya mendapat rumus praktis menjawab soal, Atau bahkan mengikuti bimbel supaya ada tentor yang mengerjakan tugas-tugas sekolahnya, Memangnya saya (penulis) tidak pernah melakukan itu? Wah, sering...! Maka dari itu aku benci pada sistem sekolah di Indonesia. Hal-

Ayahku Hebat: Ayahku Pedagang Sepatu Keliling

Miris hatiku ketika melihat Ayah mencari nafkah untuk kami berempat: aku, ibu, dan 2 adikku. Ayahku yang hanya seorang pedagang keliling dengan laba yang hanya seberapa. Dengan perjuangan menjelajah sebagian kecil dunia ini. Bagaimana tidak? Setiap hari ayah harus berkelana dari satu instansi pemerintah, kantor-kantor penting, sekolah, hingga rumah sang pembeli. Dengan motor Astrea tahun 90-an kesayangannya, Ayah menjelajah, memahat takdir, mencari nafkah bagi keluarga. Apa saja yang Ayah jual? Banyak! Ada sepatu kulit ( all gender ), sepatu sekolah, sepatu olah raga, semir sepatu, jaket kulit, tas kantor, tas sekolah, tas traveller, kaos kaki, sabuk, dompet kulit, alat tulis dan sekolah seperti buku, bolpoin, pensil, dll. Ayo ayo pada beliiiiiiii... Ketika ’pemerintah lalu lintas’ mengeluarkan ’fatwa’ bagi pengendara sepeda motor untuk menggunakan helm ber-SNI, Ayah seakan melihat peluang. Aku tidak tahu bagaimana tangan-tangan takdir membawa Ayah mengenal Pak Anang, pedagang hel